Tembang Pangkur
Definisi 'pangkur'
1. 1 cangkul; pacul; 2
kapak untuk membelah sagu
meraih -- ke dada, pb 1 insaf akan dirinya; 2 merasa tersinggung;
me·mang·kur v mencangkul; memacul: ~ tanah; ~ sawah
meraih -- ke dada, pb 1 insaf akan dirinya; 2 merasa tersinggung;
me·mang·kur v mencangkul; memacul: ~ tanah; ~ sawah
2. bentuk komposisi tembang macapat,
mempunyai bait lagu yg terdiri atas tujuh baris, biasanya dipakai untuk
mengungkapkan hal-hal yg bersifat keras, spt kemarahan, perkelahian, dan perang
Pangkur berasal dari kata ‘mungkur’ yang memiliki arti pergi atau
meninggalkan. Tembang Pangkur memiliki filosofi yang menggambarkan kehidupan
yang seharusnya dapat menjauhi berbagai hawa nafsu dan angkara murka.
Di saat mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi menjauhi dan
meninggalkan yang buruk tersebut. Tembang Pangkur menceritakan tentang
seseorang yang sudah siap untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat
keduniawian dan mencoba mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari segi pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan
kependetaan seperti tercantum di dalam piagam-piagam bahasa Jawa kuno.
Dalam Serat Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor. Karena
itu Pangkur terkadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti
mengekor, tut wuri dan tut wuntat yang berarti mengikuti.
Watak tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah, kuat, perkasa
dan hati yang besar. Tembang Pangkur cocok digunakan untuk mengisahkan kisah
kepahlawanan, perjuangan serta peperangan.
Contoh
Tembang Pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)
Muwah ing
sabarang karya
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
Berikut penjelasan
mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Pangkur .
1. Guru gatra
= 7
Tembang Pangkur
memiliki 7 larik atau baris kalimat.
2. Guru wilangan =
8, 11, 8, 7, 8, 5, 7
Kalimat pertama
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata. Kalimat ke
tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata.
Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku
kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
3. Guru lagu
= a, i, u, a, i, a, i
Akhir suku kata
dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.
Contoh Tembang
Macapat Pangkur dan Artinya
Salah
satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya
KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni :
Mingkar-mingkuring
ukara
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian” diri)
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian” diri)
Dari
tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih dan
menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak. Dari cara bertutur orang
tua harus bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan kata-kata yang
baik tentu akan lebih nyaman untuk didengarkan. Mendidik bisa melalui
tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua nasihat-nasihat
tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat dihayati, dan agama bisa
menjadi salah satu ajaran dalam kehidupan diri.
Dalam
serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah
gambaran akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat menguasai
ilmu luhur. Yang dimaksut dengan ilmu luhur dalam konteks kekinian tentu
cerdas secara intelektual (IQ), cerdas secara emosi dan spiritual
(ESQ). Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam menggunakan
logika-logika, sedangkan cerdas secara emosi dan spiritual berarti ia mampu
mengelola emosi, sikap, mampu membawa diri, dan memiliki kesadaran tinggi atas
dirinya dengan lingkungan dan Tuhannya.
Tembang
macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam serat
Wedhatama Pupuh I Pangkur. Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA
Mangkunegoro IV dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan
orang-orang yang berilmu luhur dengan orang yang kurang ilmu.
Filosofi dan
Watak Tembang Pangkur
Filosofi tembang pangkur
Kata Pangkur berasal dari kata ‘mungkur’ yang berarti pergi atau
meninggalkan. Filosofi dalam tembang pangkur adalah penggambaran dari kehidupan
yang seharusnya dapat menghindari berbagai hawa nafsu dan angkara murka.
Jadi, ketika mendapati sesuatu yang buruk, hendaknya kita pergi menghindar
dan meninggalkan yang buruk itu. Pangkur juga menggambarkan seseorang yang
sudah mulai bersiap untuk meninggalkan segala hal bersifat keduniawian untuk
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Watak tembang pangkur
Tembang pangkur memiliki watak atau karakter yang gagah, kuat, perkasa dan
hati yang besar. Tembang pangkur ini menjadi tembang yang cocok untuk
mengungkapkan kisah kepahlawanan, perjuangan juga peperangan.
Contoh tembang pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)
Muwah ing sabarang karya
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
TUGAS BAHASA JAWA
TEMBANG PANGKUR
Disusun oleh :
Nama : Maytri
Widya .P
No :
22
Kelas :
X.MS.2
SMA NEGERI 1 SUKODONO
Tahun Pelajaran 2016/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar